Ponorogo, 25 Mei 2023 – Seminar nasional dengan tema “Ponorogo Menuju Kota Kreatif Dunia” digelar di Hotel Maesa Ponorogo dalam rangka Ponorogo Creative Festival. Acara tersebut dibuka oleh Kang Bupati Sugiri dan dihadiri oleh sejumlah ahli yang berpengalaman dalam membangun kota kreatif dan membawa daerahnya menjadi bagian dari UNESCO Creative Cities Network (UCCN).
Para pemateri yang hadir antara lain Marry Armstrong Hammond (Koordinator UNESCO Creative Cities of Craft and Folk Art) dari Peducah, Kentucky, Amerika Serikat; Ronny Loopies (Focal point of Ambon UNESCO City of Music) dari Ambon; Arif Wicaksono (Ketua Pekalongan Creative City Forum) dari Pekalongan; Dwinita Larasati (Bandung UNESCO City of Fashion) dari Bandung; dan Melvi (Jakarta UNESCO City of Literature Office) dari Jakarta.
Marry Armstrong Hammond, dalam paparannya melalui zoom meeting, menjelaskan bahwa menjadi bagian dari jaringan kota kreatif UNESCO akan membuka peluang bagi Ponorogo untuk saling belajar, saling membantu, dan menjalin kerja sama bisnis dengan kota-kota di seluruh dunia. Hal ini diharapkan akan memberikan dampak positif yang besar bagi ekosistem industri kreatif dan ekonomi Ponorogo.
“Keuntungannya adalah menciptakan identitas yang terlihat dan membuka peluang hubungan antarnegara dan antarkota. Sehingga, kota tersebut menjadi lebih terbuka dan hasil karyanya dihormati dan diakui oleh beberapa kota dan negara di dunia, seperti kota Paducah di Amerika Serikat,” ungkapnya.
Marry Armstrong Hammond juga menyoroti modal besar yang dimiliki Ponorogo untuk menjadi bagian dari UCCN melalui seni Reog. Reog bukan hanya menjadi identitas, tetapi juga mampu membangun banyak subsektor ekonomi kreatif di Ponorogo. Oleh karena itu, eksistensi Reog harus dijaga agar menarik perhatian dari kota-kota kreatif dunia.
“Sebagai kota yang otentik, Ponorogo harus mempertahankan budayanya agar dapat dilihat secara internasional dan global. Eksistensi tersebut juga harus dijaga agar menjadi bagian dari UCCN. Jika ada pertanyaan terkait persiapan menjadi anggota UCCN, saya harap dapat berkomunikasi secara intensif dengan saya,” tambahnya.
Pemateri lainnya yang telah berhasil membawa kota/kabupaten mereka menjadi bagian dari jaringan UCCN juga menyampaikan pendapat serupa. Mereka menekankan pentingnya menjaga eksistensi identitas suatu kota/kabupaten dan membutuhkan kolaborasi lintas sektor di Ponorogo.
Arif Wicaksono, salah satu pemateri yang hadir dalam seminar ini, mengatakan bahwa dengan adanya kolaborasi, identitas tersebut tidak hanya dapat dipertahankan, tetapi juga akan memperkuat ekosistem ekonomi kreatif yang telah dibangun.
“Yang menjadi acuan untuk Ponorogo adalah orang-orang mengenal Reog dari Ponorogo, tetapi sejarah dan literaturnya harus dibangun. Mungkin kolaborasi dengan teater, sanggar-sanggar bagi anak-anak, dan lainnya perlu dilakukan. Karena perkembangan suatu kota tergantung pada komunitasnya, jika komunitas bersatu, maka kota akan maju,” ungkap Arif Wicaksono.
Melvi menambahkan bahwa keberadaan Reog sebagai identitas juga dapat ditunjukkan melalui peran dan kehadirannya dalam berbagai kegiatan serta memberikan manfaat yang positif ketika ditampilkan. “Penting untuk menciptakan dan menampilkan kegiatan yang dapat menjadi identitas kita dalam perjalanan menuju Kota Kreatif UNESCO,” ujarnya.
Melalui seminar ini, Kang Bupati Sugiri berharap bahwa cita-cita untuk meningkatkan kualitas Kabupaten Ponorogo dengan bergabung dalam UCCN dapat segera tercapai. Oleh karena itu, peran pemerintah saja tidak cukup, ia mengajak masyarakat untuk berkolaborasi dan turut aktif mendukung upaya Kabupaten Ponorogo untuk bergabung dalam UCCN.
“Sambil memperhatikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan kebutuhan ekonomi, mari tingkatkan martabat Ponorogo. Kita mencoba itu dengan menjadikan Reog sebagai imamnya. Tantangan kita sangat besar, dan tidak hanya tugas Bupati, tetapi semua SKPD dan masyarakat harus bekerja sama. Mari berpikir bersama bahwa kota kreatif membutuhkan partisipasi semua orang,” ungkap Kang Bupati Sugiri. @your-indonesia