Hari kedua Idul Fitri 1444 Hijriah, Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar HajadDalem Garebeg Pasa EHE 1956, Minggu (23/4/2023). Ribuan warga dan wisatawan memadati halaman Masjid Ageng Kraton Surakarta untuk menyaksikan upacara adat Kirab Garebeg Pasa yang diikuti oleh ratusan Sentono Dalem dan Abdi Dalem.
Dalam upacara tersebut, Raja Kraton Surakarta SISKS Pakoe Boewono (PB) XIII yang didampingi oleh Prameswari Dalem atau Permaisuri, GKR. Pakoe Boewono, memberangkatkan langsung Kirab Garebeg Pasa. Dalam prosesi tersebut, sepasang Gunungan Estri dan Jaler, dan sepasang Gunungan Anak dikirab dari kawasan Kori Kamandungan menuju Kagungan Dalem Masjid Ageng Kraton Surakarta.
Menurut pengageng Parentah Kraton Surakarta, KGPH. Adipati Dipo Kusumo, Garebeg Pasa dilaksanakan setiap tahun di awal bulan Syawal dengan tujuan agar kita senantiasa mengingat Sang Pencipta. Simbolisasi sepasang gunungan Estri dan Jaler, serta sepasang gunungan Anak itu bermakna kesuburan antara laki-laki dan perempuan. Di dalamnya terdapat tanaman-tanaman yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan juga harapan.
“Tanaman tersebut dari Pala Pendem, yang artinya kita harus menyadari dari mana asal usul kita,” terang adik PB XIII itu.
Setelah tiba di Masjid Ageng, gunungan tersebut akan diserahkan kepada Takmir Masjid untuk didoakan, kemudian akan diperebutkan oleh masyarakat yang hadir. Filosofi yang terkandung dalam dua pasang Gunungan adalah sebuah keseimbangan. Menurut Wakil Pengageng Sasana Wilapa Kraton Surakarta, KP. H. Dani Nuradiningrat, manusia harus mengingat masa lalu, memikirkan masa sekarang dan masa depan.
“Alam itu ada laki-laki ada perempuan, ada siang, malam dan sebagainya,” ucap pria yang kerab disapa Kanjeng Dani tersebut.
Sepasang gunungan tersebut terbuat dari berbagai jenis makanan. Gunungan jaler (laki-laki) berisi makanan hasil mentah atau hasil bumi, artinya seorang laki-laki harus mampu menghidupi keluarganya. Sedangkan gunungan estri (perempuan), terbuat dari sejumlah makanan siap saji, hal ini dimaksudkan bahwa seorang perempuan harus bisa mengolah hasil kerja keras laki-laki (suami).
Ratusan warga dan wisatawan turut serta dalam berebut bagian dari gunungan yang diyakini dapat mendatangkan keberkahan. Alif, salah satu pengunjung asal Kota Malang ini, merasa bangga karena berhasil mendapatkan bagian dari gunungan Kraton Surakarta dan nantinya akan dibawa pulang untuk dilihat anaknya. Sebuah momen yang begitu berharga dan tak terlupakan bagi Alif.
“Gak sampai semenit langsung dapat, dan nanti mau dibawa pulang dan diperlihatkan kepada anak,” kata Alif bangga.
Tidak hanya Kirab Garebeg Pasa, Kraton Surakarta memiliki banyak upacara adat yang lain, seperti Kirab Pusaka Malem 1 Suro, dan Sekaten. Semua acara ini menjadikan Kraton Surakarta sebagai tempat wisata yang menarik bagi wisatawan dalam dan luar negeri.
“Kami sangat mengapresiasi adanya kegiatan seperti ini, karena dapat memperkenalkan budaya dan adat istiadat Jawa kepada masyarakat yang datang berkunjung ke Kraton Surakarta,” ujar Rangga, salah satu wisatawan dari Jakarta yang datang bersama keluarganya.
HajadDalem Garebeg Pasa di Kraton Surakarta adalah salah satu perayaan adat yang kental akan budaya Jawa. Selain memiliki makna religi, upacara ini juga menjadi ajang mempererat tali silaturahmi antara masyarakat dan pihak Keraton. Semoga tradisi adat ini dapat terus dilestarikan dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat Jawa.